Kamis, 06 Januari 2011

DAS

Sumber Tata Air (DAS)
1. Pengertian DAS
• DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
• Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS – Sub DAS.
• Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya untuk mewujudkan kemanfaatan sumber daya alam bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistim DAS serta kesejahteraan masyarakat.
• Pengelolaan DAS Terpadu adalah rangkaian upaya perumusan tujuan, sinkronisasi program, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan sumberdaya DAS lintas para pemangku kepentingan secara partisipatif berdasarkan kajian kondisi biofisik, ekonomi, sosial, politik dan kelembagaan guna mewujudkan tujuan pengelolaan DAS.
• DAS Prioritas adalah DAS yang berdasarkan kondisi lahan, hidrologi, sosek, investasi dan kebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut perlu diberikan prioritas dalam penanganannya.

2.Fungsi DAS
Adapun fungsi DAS yakni:
• DAS bagian hulu sebagai konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air dan air hujan.
• DAS bagian tengah sebagai pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain yang dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
• DAS bagian hilir sebagai pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat kepentingan masyarakat, yang diindikasikan melalui kuantitas air dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengolahan air limbah.
Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang dikelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh sarana dan prasarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.
Dalam rangka memulihkan dan mendayagunakan sungai dan pemeliharaan kelestarian DAS, maka rekomendasi ke depan perlu disusun kebijakan pemerintah yang mengatur tentang pengelolaan DAS terpadu, yang antara lain dapat memuat:

3. Pengelolaan DAS terpadu
• Keterpaduan dalam proses perencanaan, yang mencakup keterpaduan dalam penyusunan dan penetapan rencana kegiatan di daerah aliran sungai.
• Keterpaduan dalam program pelaksanaan, yang meliputi keterpaduan penyusunan program-program kegiatan di daerah aliran sungai, termasuk memadukan waktu pelaksanaan, lokasi dan pendanaan serta mekanismenya.
• Keterpaduan program-program kegiatan pemerintah pusat dan daerah yang berkaitan dengan daerah aliran sungai, sejalan dengan adanya perundangan otonomi daerah.
• Keterpaduan dalam pengendalian pelaksanaan program kegiatan yang meliputi proses evaluasi dan monitoring.
• Keterpaduan dalam pengendalian dan penanggulangan erosi, banjir dan kekeringan.
• Hak dan kewajiban dalam pengelolaan DAS yang meliputi hak setiap orang untuk mengelola sumber daya air dengan memperhatikan kewajiban melindungi, menjaga dan memelihara kelestarian daerah aliran sungai.
• Pembagian kewenangan yang jelas antara daerah kabupaten/kota, daerah propinsi dengan pemerintah pusat dalam mengelola DAS secara terpadu.
• Badan pengelola daerah aliran sungai (aspek kelembagaan) dapat berupa badan usaha atau badan/instansi pemerintah. Badan-badan tersebut ditetapkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah sesuai dengan kewenangan yang berlaku.
• Kebijakan pemerintah ini selain mengatur tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan DAS terpadu, juga mengatur sanksi (hukuman) bagi masyarakat yang tidak mengindahkan peraturan pemerintah dalam pengelolaan DAS terpadu baik pada DAS lokal, regional maupun nasional.
Pemanfaatan sumberdaya alam yang berupa hutan, tanah dan air sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional, harus dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian, keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal, yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang.
Penggunaan/pemanfaatan hutan dan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi dan melampaui kemampuan daya dukungnya, akan menyebabkan terjadinya lahan kritis. Disamping itu perilaku masyarakat yang belum mendukung konservasi seperti illegal loging dan penyerobotan lahan hutan akan menyebabkan deforestasi dan memacu terjadinya bencana alam banjir dan tanah longsor pada musim penghujan, kebakaran dan kekeringan pada musim kemarau ,serta pencemaran air sungai, pendangkalan waduk, abrasi pantai, dan tidak berfungsinya sarana pengairan sebagai akibat sedimentasi yang berlebihan.
Untuk menghindari hal tersebut di atas perlu dilakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis, dan pengembangan fungsi Daerah Aliran Sungai terus ditingkatkan dan disempurnakan. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan tanah, melindungi tata air, dan kelestarian daya dukung lingkungan.
Dalam rangka pemanfaatan sumberdaya alam baik berupa hutan, tanah dan air perlu direncanakan dan dikelola secara tepat melalui suatu sistem pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Salah satu upaya pokok dalam pengelolaan DAS adalah berupa pengaturan penggunaan lahan dan usaha-usaha rehabilitasi hutan serta konservasi tanah.
Dari aspek perencanaan ditempuh melalui penyempurnaan sistem, teknik dan pendekatan perwilayahnya. Untuk perencanaan secara teknik diperlukan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS). Berdasarkan RTkRHL-DAS ini diharapkan akan dapat menjadi acuan pelaksanaan rehabilitasi secara umum dan dapat membantu dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi di dalam kawasan Hutan (RPRH) dan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi di Lahan (RPRL), yang kemudian akan ditindak lanjuti dengan penyusunan Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTn RHL), sesuai dengan amanat dalam Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

4. Pengelolaan Sumberdaya Alam dengan Pendekatan DAS
Sebagai suatu ekosistem alami yang mudah dikenali, sistem DAS terdiri dari unsur bio-fisik yang bersifat alami dan unsur-unsur non-biofisik. Unsur biofisik terdiri dari, vegetasi, hewan, satwa liar, jasad renik, tanah, iklim dan air. Sedangkan unsur nonbiofisik adalah manusia dengan berbagai ragam persoalannya, latar belakang budaya, sosial ekonomi, sikap politik, kelembagaan serta tatanan masyarakat itu sendiri.
Ekosistem DAS/SDA
• SD Hutan
• SD Lahan
• SD Air
• SD Udara
• Iklim
Adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pemanfaatan sumberdaya alam di dalam sistem DAS semakin terarah, melalui penerapan teknikteknik budidaya tanaman pertanian, perkebunan, padang rumput, peternakan, atau kehutanan. Selain itu potensi sumberdaya alam yang terkandung di sistem DAS dimanfaatkan dengan mengarah pada pengaturan ketersediaan dan peningkatan nilai tambah sumberdaya alam yang ada, misalnya dalam bentuk pembangunan waduk atau bendungan untuk mengatur air irigasi, menghasilkan tenaga listrik, sarana rekreasi, usaha perikanan dan lain-lain kegiatan. Pengkajian dan studi mengenai pengembangan DAS dan pemanfaatan sumberdaya air sebaiknya ditinjau dari kerangka umum pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satuan hidrologi. Untuk itu dalam pelaksanaannya harus memperhatikan faktor-faktor bio-fisik DAS yang mempengaruhi proses hidrologi, selain faktor curah hujan sebagai masukan utama dalam proses hidrologi pada suatu DAS.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya terjadi interaksi antara unsur-unsur biotik berupa vegetasi penutup lahan dan abiotik terutama berupa tanah dan iklim. Interaksi tersebut dinyatakan dalam bentuk keseimbangan masukan dan luaran berupa hujan dan aliran. Adanya manusia dengan segala aktivitasnya yang memanfaatkan sumber daya dalam ekosistem DAS mengakibatkan terjadinya interaksi antara dua subsistem yaitu subsistem biofisik dan subsistem sosial ekonomi. Menurut Sandy (1996), Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam perspektif keruangan merupakan bagian dari muka bumi, yang airnya mengalir ke dalam sungai yang bersangkutan apabila hujan jatuh. Dalam DAS, terdapat karakteristik yang diperoleh dari air hujan yang jatuh terhadap penggunaan tanah.
DAS sebagai sebuah ekosistem umumnya dibagi ke dalam tiga daerah,yaitu daerah hulu, daerah tengah dan daerah hilir. Ekosistem DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan fungsi tata air terhadap seluruh bagian DAS. Keterkaitan daerah hulu dan hilir adalah melalui keterkaitan biofisik,yaitu melalui siklus hidrologi.
Terjadinya limpasan air yang besar pada saat musim penghujan menunjukkan bahwa DAS tidak lagi mampu menyerap curah hujan yang ada sehingga air yang diterima sebagian besar langsung dialirkan melalui aliran permukaan ke sungai. Terbatasnya jumlah air yang masuk ke dalam tanah juga berdampak pada sedikitnya jumlah air yang memasok air tanah, sehingga pada musim kemarau debit air sungai menjadi kecil. Disamping itu besarnya limpasan permukaan dapat menimbulkan erosi, yang dicirikan oleh warna air sungai yang keruh. Pada kondisi DAS yang baik, kondisi antara debit sungai di musim penghujan dan kemarau adalah kecil, karena sebagian besar curah hujan dapat diserap ke dalam tanah, sehingga aliran permukaan sangat kecil. Oleh karena itu aliran airnya tampak jernih sebagai indikator bahwa lingkungan di DAS tersebut dalam kondisi baik. Apabila kerusakan sumberdaya alam DAS tersebut dibiarkan terus serta tidak ada upaya penanganan yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait, maka bencana alam yang lebih besar dan berdampak lebih luas terhadap tata kehidupan dan perekonomian masyarakat, akan semakin sulit untuk ditangani.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan, dengan daerah bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Oleh karena itu perubahan penggunaan lahan di daerah hulu akan memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk fluktuasi debit air, kualitas air dan transport sedimen serta bahan-bahan terlarut di dalamnya. Dengan demikian pengelolaan DAS merupakan aktifitas yang berdimensi biofisik,yaitu pengendalian erosi, pencegahan dan penanggulangan lahan-lahan kritis. Pengelolaan pertanian konservatif berdimensi kelembagaan,yaitu insentif dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang ekonomi dan berdimensi sosial yang lebih diarahkan pada kondisi sosial budaya setempat, sehingga dalam perencanaan model pengembangan DAS terpadu harus mempertimbangkan aktifitas/teknologi pengelolaan DAS sebagai satuan unit perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.Operasionalisasi konsep DAS terpadu sebagai satuan unit perencanaan dalam pembangunan selama ini masih terbatas pada upaya rehabilitasi dan konservasi tanah dan air, sedangkan kelembagaan yang utuh tentang pengelolaan DAS belum terpola. Agar pengelolaan DAS dapat dilakukan secara optimal, maka perlu direncanakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan DAS sebagai suatu unit pengelolaan.
untuk mengatasi masalah air tanah. Pertama, industri-industri yang ada di wilayah cekungan Bandung direkomendasikan untuk direlokasi ke luar cekungan Bandung. Tentunya, relokasinya tetap dengan prinsip ’balancing development’. ”Jadi, tetap dalam keseimbangan pembangunan antara kota dan desa,” ungkap Dr. Setiawan, ”Ini yang harus dipikirkan karena untuk ini, diperlukan ’policy’ yang terintegrasi dari mulai dari pemerintah pusat, propinsi, hingga kabupaten kota.”
Kedua, mengembangkan budaya ’water use’ dan ’recyle’. Dalam rekomendasi ini, dicontohkan negara Jepang. Di Jepang, 50 persen air yang dikonsumsi oleh industri dapat digunakan ulang. etiga adalah ’rain water harvesting’. Rekomendasi ini mengarah pada pemanfaatan air hujan yang lebih maksimal dan efektif.
aturan yang memadai dan fair dalam kebijakan air tanah, termasuk di dalamnya adalah ground water pricing. Maksudnya, air tanah harus dihargai dengan lebih pantas dan adil. Kenyataan yang ada di Indonesia, menggunakan air tanah lebih murah dari pada berlangganan air PAM atau memperoleh air dari sumber lain. Akibatnya orang lebih memilih menyedot air tanah. Tapi, pengambilan air tanah sudah berlebihan. Akibatnya air tanah terancam kesinambungannya. usaha-usaha perbaikan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, terutama dalam pengelolaan berbasis DAS semacam ini. Peran keahlian teknik lingkungan adalah sebagai ujung tombak dan manajer karena ilmu yang dipelajari oleh insinyur Teknik Lingkungan lengkap dan menyeluruh, mulai dari hidrologi, mikrobiologi, ekologi, epidemiologi, unit proses, kimia lingkungan, perpetaan, hingga ilmu yang fisik seperti perancangan instalasi, pembuatan saluran drainase, dan manajemen waduk. Bidang keahlian yang holistik semacam inilah yang diperlukan dalam perbaikan lingkungan di Indonesia dan pengelolaan sumber daya alam yang berkesinambungan (’sustainable’).